Sunday, 19 October 2014
KIB Mengecam Keputusan Telkom Melakukan Tukar Guling Mitratel
Bahasa Indonesia :
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA- Koalisi Indonesia Bersih (KIB) mengecam keras dengan keputusan PT Telkom yang melakukan tukar guling anak usahanya PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) ke Tower Bersama Infrastructure (TBIG) beberapa waktu lalu. Keputusan Telkom melakukan tukar guling berpotensi sangat merugikan keuangan negara.
Hal ini diutarakan Arif Rahman, Koordinator Aksi Koalisi Indonesia Bersih dalam siaran persnya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (17/10/2014)
Seharusnya kata Arif, Telkom tidak menjual atau jual saham perusahaan yang menguntungkan. Yang harus dijual itu, perusahaan yang merugi.
“Mitratel merupakan perusahaan yang memiliki prospek yang baik ke depan , mengapa harus dijual. Ada motif apa dibelakang penjualan saham Mitratel?, Tukar guling saham ini pun tidak melalui persetujuan DPR. Dimana para anggota Dewan terhormat berada ketika aset negara dirampas? Bersuara dan lakukan tindakan nyata terhadap kasus ini.” Kata Arif
Seperti diketahui Telkom menjual 49 persen saham Mitratel kepada TBIG seharga Rp 2,31 triliun. TBIG tidak membayar dalam bentuk tunai ke PT Telkom, melainkan dengan menukar 290 juta saham TBIG. Dengan demikian, keseluruhan saham Telkom di Mitratel saat ini dihargai Rp 4,71 triliun atau Rp 1,2 miliar per menara, karena saat ini Mitratel memiliki 3928 menara.
Potensi kerugian negara bisa dilihat: Pertama, pembayaran bukan tunai. TBIG membayar Telkom dengan menerbitkan saham baru senilai Rp 7.972 per saham. Dengan demikian, Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh di bawah Rp 7.972. Ingat, harga saham fluktuatif, naik turun.
Tidak ada keuntungan apapun bagi Mitratel dan Telkom dari akuisisi atau penukaran saham 5,7 % milik TBIG dengan 49% saham Mitratel. Akuisisi ini juga kami pandang akuisisi terburuk yang pernah dilakukan BUMN sepanjang sejarah. Ini merupakan kesalahan fatal.
Telkom membesarkan anak macan, membesarkan kompetitor Mitratel dan sebaliknya mematikan Mitratel. Makin tak masuk akal, bilamana 100 % saham Mitratel nantinya akan ditukar dengan 13.7 % saham TBIG.
Menurut Arif ,Telkom menjual Mitratel dengan harga rata-rata per menara sebesar Rp 1,2 miliar. Pada saat hampir bersamaan, XL Axiata yang menjadi pesaing Telkomsel, menjual 3.500 menara ke PT Solusi Tunas Pratama Tbk dengan harga Rp 5,6 triliun dalam bentuk tunai. Itu artinya, XL berhasil mendapatkan harga Rp 1,6 miliar per menara. Selisih harga antara harga yang ditetapkan Telkom dan XL adalah Rp 400 juta per menara. Kenapa dijual murah? Untuk siapa dijual murah? Siapa yang diuntungkan? Yang jelas bukan negara yang diuntungkan, tapi TBIG yang meraup untung besar?.
Penjualan 49 persen saham Mitratel juga disertai dengan persetujuan Telkom untuk melepas kendali manajemen ke TBIG, padahal Telkom masih menjadi pemegang saham terbesar (51 persen).
KIB menduga ini merupakan upaya sistimatis untuk “merampas” aset-aset negara dengan bungkus jual beli yang tidak wajar. Dan perlu dipertayakan apakah orang-orang yang melakukan hal ini pantas dalam cabinet pemerintahan baru.
Oleh karena itu KIB mendesak KPK untuk segera mengusut dan melakukan investigasi dibalik transaksi tidak wajar tukar guling saham anak perusahaan Telkom PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitrattel) ke TBIG.
KIB juga berharap KPK segera melakukan investigasi potensi kerugian negara dari tukar guling dan segera mengadili pelaku dari mafia telekomunikasi. Serta menolak terhadap pejabat untuk duduk dalam kabinet baru yang memiliki rekam jejak tidak bersih.
Bahasa Inggris :
Indonesia TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA- Net Coalition (KIB) strongly criticized the decision of PT Telkom is doing the swap Dayamitra its subsidiary PT Telekomunikasi (Mitratel) to Tower Bersama Infrastructure (TBIG) some time ago. Telkom decision swap potentially very detrimental to the finances of the country.
This is expressed Arif Rahman, Coordinator of Clean Indonesia Action Coalition in a press release received Tribunnews.com, Saturday (10/17/2014)
Supposedly said Arif, Telkom does not sell or sell shares of the company is profitable. That should be sold, the company loses money.
"Mitratel is a company that has a good prospect in the future, why should it be sold. There is a motive behind the sale of shares Mitratel ?, Swap bolsters this stock was not through the approval of Parliament. Where the Board members were honored when deprived of state assets? Noiseless and do action on the case. "Said Arif
As we know the Telkom sells 49 percent stake to TBIG Mitratel for Rp 2.31 trillion. TBIG not pay in cash to PT Telkom, but with 290 million shares exchanging TBIG. Thus, the overall Mitratel Telkom shares are currently valued at Rp 4.71 trillion, or Rp 1.2 billion per tower, as currently Mitratel have 3928 towers.
The potential loss to the state can be seen: First, non-cash payments. TBIG pay Telkom to issue new shares at Rp 7972 per share. Thus, Telkom's risk of suffering a loss if the stock price falls under $ 7972. Remember, stock prices fluctuate, up and down.
There is no advantage whatsoever for Mitratel and Telkom of the acquisition or redemption of shares owned TBIG 5.7% to 49% of Mitratel. This acquisition is also our view that the worst acquisition ever undertaken in the history of state-owned enterprises. This is a fatal error.
Telkom raising cubs, raising competitors Mitratel and otherwise lethal Mitratel. The more absurd, when 100% of the shares will be exchanged Mitratel with 13.7% share TBIG.
According to Arif, Telkom sold Mitratel the average price per tower Rp 1,2 billion. About that same time, a competitor XL Telkomsel, sell 3,500 towers to PT Solusi Tunas Pratama Tbk at Rp 5.6 trillion in cash. That means, XL managed to get the price of Rp 1.6 billion per tower. The difference in price between the price set Telkom and XL is Rp 400 million per tower. Why sell cheap? To whom sold cheap? Who benefits? Its definitely not a country that benefited, but TBIG who reap huge profits ?.
The sale of 49 percent stake Mitratel also accompanied by the approval of Telkom to relinquish control to the management TBIG, but Telkom is still the largest shareholder (51 percent).
KIB suspect this is a systematic attempt to "rob" state assets by selling packs unnatural. And keep dipertayakan whether people who do this deserve the new government cabinet.
Therefore KIB urged the Commission to immediately investigate and conduct a reasonable investigation of the transaction is not reversed stock swap Telkom subsidiary PT Dayamitra Telecommunications (Mitrattel) to TBIG.
KIB also hope the KPK to investigate the potential losses to the state of the swap and immediately prosecute perpetrators of mob telecommunications. And to resist against the officials to sit in the new cabinet that has a track record is not clean.
Sumber : tribunnews.com
Categories: IPTEK
0 comments:
Post a Comment